Laporan Pendahuluan Hiperbilirubin
Konsep Hiperbilirubinemia
1. Definisi
Hiperbilirubinemia adalah
suatu keadaan dimana konsentrasi serum bilirubin dalam darah berlebihan yang
disebabkan karena kelainan bawaan sehingga menimbulkan efek patologis pada
neonatus ditandai joudince pada sclera mata, kulit, membrane mukosa dan cairan
tubuh (Dorothy R. Marlon, 1998; Adi
Smith, G, 1988; Suzanne C. Smeltzer, 2002)
Hiperbilirubinemia adalah
ikterus dengan konsentrasi bilirubin
serum yang menjurus ke
arah terjadinya kern
ikterus atau ensefalopati bilirubin bila
kadar bilirubin tidak dikendalikan (Mansjoer, 2008).
Hiperbilirubinemia fisiologis yang memerlukan terapi sinar,
tetap tergolong non
patologis sehingga disebut “Excess
Physiological Jaundice”.
Digolongkan sebagai hiperbilirubinemia patologis (Non Physiological Jaundice)
apabila kadar serum
bilirubin terhadap usia neonates >95% menurut Normogram
Bhutani (Etika et al, 2006).
Ikterus pada bayi atau yang
dikenal dengan istilah ikterus neonatarum adalah keadaan klinis pada bayi yang
ditandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak
terkonjugasi yang berlebih (Sukadi, 2008). Pada orang
dewasa, ikterus akan tampak apabila
serum bilirubin >2 mg/dl (>17μmol/L) sedangkan pada neonatus baru tampak
apabila serum bilirubin >5mg/dl (86μmol/L) (Etika et al, 2006). Ikterus
lebih mengacu pada gambaran klinis berupa pewaranaan kuning pada kulit, sedangkan hiperbilirubinemia lebih
mengacu pada gambaran kadar bilirubin serum total.
2.
Metabolisme
Bilirubin
Segera setelah lahir bayi harus mengkonjugasi bilirubin (merubah Bilirubin
yang larut dalam lemak menjadi bilirubin yang mudah larut dalam air) di dalam
hati. Frekuensi dan jumlah konjugasi tergantung dari besarnya hemolisis dan
kematangan hati, serta jumlah tempat ikatan albumin (albumin binding site). Pada bayi yang normal dan sehat serta cukup
bulan, hatinya sudah matang dan menghasilkan Enzim Glukoronil Transferase yang memadai sehingga serum bilirubin
tidak mencapai tingkat patologis.
3.
Klasifikasi
a. Ikterus Fisiologis
Ikterus fisiologis adalah ikterus yang timbul pada hari
kedua dan hari ketiga serta tidak mempunyai dasar patologi atau tidak mempunyai
potensi menjadi karena ikterus. Adapun tanda-tandanya sebagai berikut :
1) Tidak tampak pada 24 jam pertama
2) Meningkat perlahan dan mencapai puncaknya pada
hari ketiga atau keempat
3) Puncak bilirubin total kurang dari 13 mg/dl
4) Uji laboratorium menunjukkan dominasi kadar bilirubin tak
terkonjugasi
5) Tidak terlihat seletah 10 hari
6) Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan
patologis.
b. Ikterus Patologis
Ikterus patologis adalah ikterus yang mempunyai dasar
patologis atau kadar bilirubin mencapai suatu nilai yang disebut
hiperbilirubinemia. Adapun tanda-tandanya sebagai berikut :
1)
Ikterus terlihat
selama 24 jam pertama
2)
Dapat meningkat dengan cepat >5 mg/dl/24 jam
3)
Bilirubin total lebih dari 13 mg/dl
4)
Jumlah bilirubin terkonjugasi lebih besar
5)
Ikterus yang terlihat menetap setepah satu minggu
c. Penggolongan
Hiperbilirubinemia Berdasarkan Waktu Terjadinya Ikterus
Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama
|
Penyebab
:
- Inkomptabilitas
darah Rh, ABO atau golongan lain
- Infeksi Intra Uterin (Virus, Toksoplasma, Siphilis dan
kadang-kadang Bakteri)
- Kadang-kadang oleh Defisiensi Enzim G6PD
Pemeriksaan
yang perlu dilakukan :
- Kadar
Bilirubin Serum berkala
- Darah tepi lengkap
- Golongan darah ibu dan bayi
- Test Coombs
- Pemeriksaan skrining defisiensi G6PD, biakan darah atau
biopsi Hepar bila perlu.
|
Ikterus yang timbul 24 -
72 jam sesudah lahir
|
Penyebab :
- Biasanya
Ikterus fisiologis
- Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh,
atau golongan lain. Hal ini diduga kalau kenaikan kadar Bilirubin cepat
misalnya melebihi 5mg% per 24 jam
- Defisiensi Enzim G6PD atau Enzim Eritrosit lain juga
masih mungkin Polisetimia
- Hemolisis perdarahan tertutup (pendarahan
subaponeurosis, pendarahan Hepar, sub kapsula dll).
Bila
keadaan bayi baik dan peningkatannya cepat maka pemeriksaan yang perlu
dilakukan :
- Pemeriksaan
darah tep
- Pemeriksaan darah Bilirubin berkala
- Pemeriksaan skrining Enzim G6PD
- Pemeriksaan lain bila perlu
|
Ikterus yang timbul sesudah
72 jam pertama sampai akhir minggu pertama
|
Peyebab :
- Sepsis
- Dehidrasi
dan Asidosis
- Defisiensi Enzim G6PD
- Pengaruh obat-obat
- Sindroma Criggler-Najjar, Sindroma
Gilbert
|
Ikterus yang timbul pada
akhir minggu pertama dan selanjutnya
|
Penyebab :
- Karena
ikterus obstruktif
- Hipotiroidisme
- Breast milk Jaundice
- Infeksi
- Hepatitis Neonatal
- Galaktosemia
Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan
- Pemeriksaan Bilirubin
berkala
- Pemeriksaan darah tepi
- Skrining Enzim G6PD
- Biakan darah, biopsi
Hepar bila ada indikasi
|
d.
Derajat
Ikterus Neonatus menurut Kremer
Ikterus dapat memiliki komplikasi bila tidak ditangani dengan baik, dapat terjadi kern ikterus. Kern Ikterus meruakan kerusakan otak akibat perlangketan bilirubin
indirek pada otak. Pada kern ikterus gejala klinik pada permulaan tidak jelas seperti bayi tidak mau menghisap, letargi, mata berputar-putar, gerakan tidak menentu
(involuntary movements), kejang tonus
otot meninggi, leher kaku,
dan akhirnya opistotonus.
4. Etiologi
dan Faktor Risiko
a. Peningkatan Produksi
- Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila
terdapat ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan
ABO
-
Pendarahan
tertutup misalnya pada trauma kelahiran
-
Ikatan
Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik yang terdapat
pada bayi Hipoksia atau Asidosis
-
Defisiensi
G6PD (Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase)
-
Ikterus
ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta), diol
(steroid)
-
Kurangnya
Enzim Glukoronil Transeferase, sehingga kadar Bilirubin Indirek meningkat
misalnya pada berat badan lahir rendah
-
Kelainan
kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.
b. Gangguan Transportasi
Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas
pengangkutan misalnya pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat
tertentu misalnya Sulfadiasine.
c. Gangguan Fungsi
Hati
Gangguan fungsi hati disebabkan oleh beberapa
mikroorganisme atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah
seperti infeksi Toksoplasmosis, Siphilis.
d. Gangguan
ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik
e. Peningkatan
sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif
(Hassan et al.2005)
5. Manifestasi
Klinis
Bayi baru lahir (neonatus) tampak
kuning apabila kadar bilirubin serumnya kurang lebih 6 mg/dl (Mansjoer at al,
2007). Ikterus sebagai akibat penimbunan bilirubin indirek pada kulit mempunyai
kecenderungan menimbulkan warna kuning muda atau jingga. Sedangkan ikterus
obstruksi (bilirubin direk) memperlihatkan warna kuning-kehijauan atau kuning
kotor. Perbedaan ini hanya dapat ditemukan pada ikterus yang berat (Nelson,
2007).
Gambaran klinis
ikterus “Fisiologis”
|
- Tampak
pada hari 3,4
- Bayi
tampak sehat (normal)
- Kadar
bilirubin total <12mg%
- Menghilang
paling lambat 10-14 hari
- Tak
ada faktor resiko
- Penyebab: proses fisiologis(berlangsung
dalam kondisi fisiologis) (Sarwono
et al, 1994)
|
Gambaran klinik
ikterus “Patologis”
|
- Timbul
pada umur <36 jam
- Cepat
berkembang
- Bisa
disertai anemia
- Menghilang
lebih dari 2 minggu
- Penyebab : proses patologis
(Sarwono et al, 1994)
|
Tanda
dan gejala pada penderita hiperbilirubin adalah sebagai berikut:
a.
Tampak
ikterus pada sklera, kuku atau kulit dan membran mukosa
b.
Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama
disebabkan oleh penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis, atau ibu
dengan diabetik atau infeksi
c.
Jaundice yang tampak pada hari ke dua atau
hari ke tiga, dan mencapai puncak pada hari ke tiga sampai hari ke empat dan
menurun pada hari ke lima sampai hari ke tujuh yang biasanya merupakan jaundice
fisiologis
d.
Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin
indirek pada kulit yang cenderung tampak kuning terang atau orange, ikterus
pada tipe obstruksi (bilirubin direk) kulit tampak berwarna kuning kehijauan
atau keruh. Perbedaan ini hanya dapat dilihat pada ikterus yang berat
e.
Muntah, anoksia, fatigue, warna urin gelap
dan warna tinja pucat, seperti dempul
f.
Perut membuncit dan pembesaran pada hati
g.
Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata
berputar-putar
h.
Letargi (lemas), kejang, tidak mau menghisap
i.
Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental
j.
Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat
disertai spasme otot, epistotonus, kejang, stenosis yang disertai ketegangan
otot
6. Pathway
Terlampir.
7.
Pemeriksaan Diagnostik
a. Anamnesis
1)
Riwayat kehamilan dengan komplikasi
(obat-obatan, ibu DM, gawat janin, malnutrisi intrauterine, infeksi intranatal)
2)
Riwayat persalinan dengan tindakan/komplikasi
3)
Riwayat ikterus/terapi sinar/transfusi tukar
pada bayi sebelumnya
4)
Riwayat inkompatibilitas darah
5)
Riwayat keluarga yang menderita anemia,
pembesaran hepar dan limpa (Etika et al, 2006).
b.
Pemeriksaan Fisik
Secara klinis, ikterus pada neonatus
dapat dilihat segera setelah lahir atau setelah beberapa hari. Amati ikterus
pada siang hari dengan lampu sinar yang cukup. Ikterus akan terlihat lebih
jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan penerangan yang kurang,
terutama pada neonatus yang berkulit gelap. Penilaian ikterus akan lebih sulit
lagi apabila penderita sedang mendapatkan terapi sinar (Etika et al, 2006).
Salah satu cara memeriksa derajat
kuning pada neonatus secara klinis, mudah dan sederhana adalah dengan penilaian
menurut Kramer (1969). Caranya dengan jari telunjuk ditekankan pada
tempat-tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung, dada, lutut
dan lain-lain. Tempat yang ditekan akan tampak pucat atau kuning. Penilaian
kadar bilirubin pada masing-masing tempat tersebut disesuaikan dengan tabel
yang telah diperkirakan kadar bilirubinnya (Mansjoer et al, 2007).
c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan serum bilirubin (direk dan indirek) harus dilakukan
pada neonates yang mengalami ikterus. Terutama pada bayi yang tampak sakit atau
bayi-bayi yang tergolong resiko tingggi terserang hiperbilirubinemia berat.
Pemeriksaan tambahan yang sering dilakukan untuk evaluasi menentukan penyebab
ikterus antara lain adalah golongan darah dan ‘Coombs test’, darah lengkap dan hapusan darah, hitung retikulosit,
skrining G6PD dan bilirubin direk. Pemeriksaan serum bilirubin total harus
diulang setiap 4-24 jam tergantung usia bayi dan tingginya kadar bilirubin.
Kadar serum albumin juga harus diukur untuk menentukan pilihan terapi sinar
atau transfusi tukar(Etika et al, 2006).
1)
Bilirubin
Serum
Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan diagnosis ikterus neonatorum
serta untuk menentukan perlunya intervensi lebih lanjut. Beberapa hal yang
perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan pemeriksaan serum bilirubin adalah
tindakan ini merupakan tindakan invasif yang dianggap dapat meningkatkan morbiditas neonatus. Umumnya yang diperiksa
adalah bilirubin total. Sampel
serum harus dilindungi dari cahaya (dengan aluminium foil). Beberapa senter menyarankan pemeriksaan
bilirubin direk, bila kadar bilirubin total > 20 mg/dL atau usia bayi > 2
minggu.
2)
Pemeriksaan Bilirubin Bebas dan CO
Bilirubin bebas secara difusi
dapat melewati sawar darah otak. Hal ini
menerangkan mengapa ensefalopati bilirubin dapat terjadi pada konsentrasi
bilirubin serum yang rendah. Beberapa metode digunakan untuk mencoba mengukur
kadar bilirubin bebas. Salah satunya dengan metode oksidase-peroksidase.
Prinsip cara ini berdasarkan kecepatan reaksi oksidasi peroksidasi terhadap
bilirubin. Bilirubin menjadi substansi tidak berwarna. Dengan pendekatan
bilirubin bebas, tata laksana ikterus neonatorum akan lebih terarah.
Seperti telah diketahui bahwa
pada pemecahan heme dihasilkan bilirubin dan gas CO dalam jumlah yang
ekuivalen. Berdasarkan hal ini, maka pengukuran konsentrasi CO yang dikeluarkan
melalui pernapasan dapat digunakan sebagai indeks produksi bilirubin.
Perkiraan Klinis
Tingkat Keparahan Ikterus :
Usia
|
Kuning
terlihat pada
|
Tingkat
keparahan ikterus
|
Hari 1
Hari 2
Hari 3
|
Bagian tubuh manapun
Tengan dan tungkai *
Tangan dan kaki
|
Berat
|
Bila kuning terlihat pada bagian tubuh manapun pada hari
pertama dan terlihat pada lengan, tungkai, tangan dan kaki pada hari kedua,
maka digolongkan sebagai ikterus sangat berat dan memerlukan terapi sinar secepatnya. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan kadar bilirubin serum
untuk memulai terapi sinar.
3)
Darah
Rutin
Pemeriksaan darah dilakukan unutk mengetahui adanya suatu
anemia dan juga keadaan infeksi.
4) Urin
Pemeriksaan urin
digunakan untuk mengetahui adanya bilirubin dalam urin. Tes yang sederhana yang dapat kita lakukan
adalah melihat warna urin dan melihat apakah terdapat bilirubin di dalam urin
atau tidak.
5) Tes Serologi Hepatitis Virus
IgM hepatitis A adalah pemeriksaan diagnostik untuk
hepatitis A akut. Sementara itu, hepatiti B akut ditandai oleh adanya HBSAg dan deteksi
DNA hepatitis B.
6)
Pemeriksaan
Pencitraan
Pemeriksaan pencitraan sangat berharga ubtuk mendiagnosis
penyakit infiltratif dan kolestatik. USG abdomen, CT Scan, MRI sering bisa
menemukan metastasis dan penyakit fokal pada hati.
- Pemeriksaan Radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di
paru atau peningkatan diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati
atau hepatoma.
- Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis
intra hepatic dengan ekstra hepatic.
- Biopsy Hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama
pada kasus yang sukar seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan
intra hepatic selain itu juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis,
serosis hati, hepatoma.
8.
Penatalaksanaan
Pada
dasarnya, pengendalian bilirubin adalah seperti berikut:
a.
Stimulasi proses konjugasi bilirubin
menggunakan fenobarbital.
Obat
ini kerjanya lambat, sehingga hanya bermanfaat apabila kadar bilirubinnya
rendah dan ikterus yang terjadi bukan disebabkan oleh proses hemolitik. Obat
ini sudah jarang dipakai lagi.
b.
Menambahkan bahan yang kurang pada proses
metabolisme bilirubin
Proses metabolisme bilirubin misalnya menambahkan glukosa pada hipoglikemi atau menambahkan albumin untuk memperbaiki
transportasi bilirubin). Penambahan
albumin bisa dilakukan tanpa hipoalbuminemia. Penambahan albumin juga dapat
mempermudah proses ekstraksi bilirubin jaringan ke dalam plasma. Hal ini
menyebabkan kadar bilirubin plasma meningkat, tetapi tidak berbahaya karena
bilirubin tersebut ada dalam ikatan dengan albumin. Albumin diberikan dengan
dosis tidak melebihi 1g/kgBB, sebelum
maupun sesudah terapi tukar.
c.
Mengurangi peredaran enterohepatik dengan
pemberian makanan oral dini
d.
Memberi terapi sinar hingga bilirubin diubah
menjadi isomer foto yang tidak toksik dan mudah dikeluarkan dari tubuh karena
mudah larut dalam air.
e.
Mengeluarkan bilirubin secara mekanik melalui
transfusi tukar
Indikasi
:
-
Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada
ibu
-
Penyakit Hemolisis berat pada bayi
baru lahir
-
Penyakit Hemolisis pada bayi saat
lahir perdarahan atau 24 jam pertama
-
Tes Coombs Positif
-
Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5
mg/dl pada minggu pertama
-
Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20
mg/dl pada 48 jam pertama
-
Hemoglobin kurang dari 12 gr/dl
-
Bayi dengan Hidrops saat lahir
-
Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus
Tujuan
:
-
Mengatasi Anemia sel darah merah yang
tidak Suseptible (rentan) terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal
-
Menghilangkan sel darah merah untuk
yang Tersensitisasi (kepekaan)
-
Menghilangkan Serum Bilirubin
-
Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin
dan meningkatkan keterikatan dengan Bilirubin
-
Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan
transfusi darah golongan O segera (kurang dari 2 hari), Rh negatif whole
blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B yang
pendek. setiap 4 - 8 jam kadar Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus
diperiksa setiap hari sampai stabil
|
f.
Menghambat produksi
bilirubin
Metalloprotoporfirin merupakan kompetitor
inhibitif terhadap heme oksigenase. Hal ini masih dalam
penelitian dan belum digunakan secara rutin.
g.
Menghambat hemolisis
Immunoglobulin
dosis tinggi secara
intravena (500-1000 mg/Kg
IV>2) sampai 2
hingga 4 jam
telah digunakan untuk
mengurangi level bilirubin pada
janin dengan penyakit
hemolitik isoimun. Mekanismenya
belum diketahui tetapi secara
teori immunoglobulin menempati
sel Fc reseptor
pada sel retikuloendotel dengan
demikian dapat mencegah
lisisnya sel darah
merah yang dilapisi oleh antibody
(Cloherty et al, 2008).
h. Fototherapi
Fototerapi
dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan
Transfusi Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada
cahaya dengan intensitas yang tinggi (a bound of fluorencent light bulbs or
bulbs in the blue-light spectrum) akan menurunkan Bilirubin dalam kulit.
Transfusi Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada
cahaya dengan intensitas yang tinggi (a bound of fluorencent light bulbs or
bulbs in the blue-light spectrum) akan menurunkan Bilirubin dalam kulit.
Fototherapi
menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi
Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi
jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang
disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah
melalui mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan dengan
Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan
diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses
konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch, 1984).
Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi
jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang
disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah
melalui mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan dengan
Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan
diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses
konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch, 1984).
Hasil
Fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi Bilirubin
dapat dikeluarkan melalui urine. Fototherapi mempunyai peranan dalam
pencegahan peningkatan kadar Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah
penyebab kekuningan dan hemolisis yang dapat menyebabkan Anemia.
Secara
umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4
-5 mg/dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gramharus di
Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg/dl. Beberapa
ilmuan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam
pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.
ilmuan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam
pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.
Terapi sinar pada ikterus bayi baru lahir yang di rawat
di rumah sakit. Dalam perawatan bayi dengan terapi sinar,yang perlu
diperhatikan sebagai berikut :
1)
Diusahakan bagian
tubuh bayi yang
terkena sinar dapat
seluas mungkin dengan membuka pakaian bayi
2)
Kedua mata dan
kemaluan harus ditutup dengan penutup yang dapat memantulkan cahaya agar tidak membahayakan
retina mata dan sel reproduksi bayi
3)
Bayi diletakkan 8
inci di bawah sinar lampu. Jarak ini dianggap jarak yang terbaik untuk
mendapatkan energi yang optimal
4)
Posisi bayi sebaiknya
diubah-ubah setiap 18 jam agar
bagian tubuh bayi
yang terkena cahaya dapat menyeluruh
5)
Suhu bayi diukur
secara berkala setiap 4-6 jam.
6)
Kadar bilirubin bayi
diukur sekurang - kurangnya tiap 24 jam
7)
Hemoglobin harus
diperiksa secara berkala terutama pada bayi dengan hemolisis.
9.
Komplikasi
Keadaan hiperbilirubin yang
tidak teratasi akan menyebabkan memperburuk keadaan, dan menyebabkan
komplikasi;
a.
Bilirubin enchepalopathy (komplikasi serius)
b.
Kern ikterus
Kern ikterus merupakan kerusakan
otak akibat perlengketan
bilirubin indirek pada otak.
Pada kern ikterus,
gejala klinis pada
permulaan tidak jelas
antara lain: bayi tidak mau menghisap, letargi, mata berputar-putar, gerakan tidak menentu, kejang tonus
otot meninggi, leher kaku dan akhirnya opistotonus. Bayi yang selamat biasanya menderita
gejala sisa berupa paralysis serebral dengan
atetosis, gangguan pendengaran,
paralysis sebagian otot mata dan dysplasia dentalis.
Komentar
Posting Komentar